Ditengah perjalanan pulang dari ciriung, kami berhenti di tepi jalan menghampiri pedagang rambutan, karena anakku menginginkannya. Sepasang kakek nenek menghampiri kami yg sudah berdiri di depan lapak mereka. Tanpa aku bertanya, kakek tersebut menjelaskan "ini rambutan manis neng, rambutan manis" kata dia sedemikian rupa seperti ingin menjelaskan sesuatu. "Nglotok nggak pak?" tanyaku "Nggak neng, nggak nglotok tapi ini rambutan manis" kata dia masih dg mimik wajah yg sama.
"Harganya berapa pak?" "empat sepuluh neng" biasanya sepuluh ribu tiga ikat ya... aku bergumam dalam hati. Kakek tersebut menawariku untuk mencoba rambutannya sambil berkata "kalau Neng mau sepuluh ribu lima juga boleh" Padahal sedikitpun aku tidak berniat menawar, disamping harganya sudah murah, melihat kakek nenek yg sudah tua itu aku nggak tega.
Dua kali aku mengambil rambutan, tapi selalu di ambil oleh anakku, akhirnya aku urung mencicip "Gimana rasanya Dhe?" "Manis asam" kata anakku tidak begitu jelas. Mungkin maksudnya manis toh dia mencobanya sampai dua kali, pikirku.
Aku mengambil rambutan beberapa ikat kemudian membayar. Kami berlalu melanjutkan perjalanan sambil aku mulai menikmati rambutan yg ku beli tadi. Aku petik satu dan ku coba, masya Allah.....uasem buanget....
Ternyata rambutannya uasem buanget, nggak nglotok secuilpun. Seingatku baru kali ini aku merasai rambutan seasem ini, sampai aku nanya sama suamiku "Mas ini kembang yg mirip rambutan kali ya, masa ada rambutan seasem ini, pantas aja kakek tadi mukanya agak aneh, pake banting-banting harga segala (untung bukan banting pintu)"
Membayangkan wajah dua kakek nenek tadi, aku tidak tega menyesal membeli rambutan mereka. Aku yakin sebenarnya mereka berniat jujur tapi tidak terucap, aku tidak merasa mereka membohongiku. Biarlah jual beli tadi aku niatkan untuk membantu mereka, jadi meskipun aku tidak mendapatkan rambutan manis, tapi mudah-mudahan aku mendapatkan pahala dari Allah, insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar