Minggu, 27 November 2011

ANAKKU TIDAK MAU SEKOLAH part 2

Mengikuti anjuran Pak Win, setelah lulus TK aku menyekolahkan Helmi kesekolah biasa (SD Negeri) bukan ke full day school seperti SD IT. Hal ini dikarenakan Helmi memiliki konsentrasi yang tidak bisa bertahan lama.
Seperti halnya di TK, pada awal masuk sekolah Helmi kelihatan bersemangat, tapi beberapa hari kemudian masalah kembali muncul. Anakku tidak mau sekolah, yah...memang anakku sedikit berbeda dengan anak-anak yang lain, tapi menurutku perbedaan itu masih wajar. Bukankah setiap anak itu berbeda? tidak akan pernah sama antara anak satu dengan yang lain? Kesabaranku kembali di uji.

Berdasarkan informasi yang aku peroleh, ternyata Helmi mendapat teguran keras dari seorang guru, di karenakan anakku bermain di dalam kelas pada saat pelajaran sedang berlangsung.
Di usia sekolah yang baru dua minggu, Helmi belum begitu paham bahwa SD berbeda dengan TK. Dia belum begitu mengerti bahwa sekolah di SD harus lebih serius di bandingkan di TK yang cara belajarnya dilakukan sambil bermain.

Aku sangat menyayangkan sikap guru yang memperlakukan Helmi dengan begitu keras, hingga membuat Helmi trauma untuk pergi kesekolah. Sebenarnya membuat anak trauma adalah sebuah pelanggaran berat bagi seorang guru, atas saran beberapa teman, aku dianjurkan untuk melaporkan kasus ini kepihak yang berwenang, bahkan aku bisa menuntut guru tersebut jika aku mau.

Tapi itu tidak aku lakukan, aku tidak setega itu, meskipun sebagai ibu aku merasa sakit hati.
Setelah hari itu anakku tidak mau lagi bersekolah, berbagai cara sudah aku lakukan. Dari memindahkan dia kekelas lain, sampai memindahkan Helmi kesekolah baru seperti yang di sarankan oleh Pak Win. Helmi tetap menolak, dia sudah tidak berminat lagi untuk sekolah. Setiap aku konsultasikan masalah ini dengan Pak Win jawabannya selalu sama, Helmi tetap harus bersekolah karena sudah masanya, kalau menunggu tahun depan, sifatnya gamebling, bisa jadi tahun depan Helmi mau sekolah, bisajadi tidak. Dalam masa adaptasi aku dianjurkan untuk menemaninya, dan mengkomunikasikan masalah Helmi dengan guru pengajarnya.

Berkomunikasi dengan guru itu mudah aku lakukan, tapi kalau harus menemani Helmi dari dia berangkat sampai pulang sekolah, itu sesuatu yang sulit.
Ketika Helmi masuk kelas satu, aku baru saja melahirkan anakku yang ketiga, waktu itu bayiku baru berumur dua bulan. Aku memberinya asi eksklusif sehingga aku tidak bisa meninggalkannya di rumah, tapi untuk menbawanya pun aku khawatir kesehatannya akan terganggu. Sebuah kondisi yang dilematis, disisi lain aku menginginkan anakku tetap sekolah, tapi di lain pihak aku mengkawatirkan bayiku. Akhirnya kami memutuskan untuk memenuhi "keinginan" Helmi yaitu berhenti sekolah untuk sementara.

Satu hal lagi yang membuat masalahku semakin bertumpuk saat itu adalah, orang tua yang sedang sakit di kampung halaman, padahal sekitar dua bulan lagi beliau akan menunaikan ibadah haji. Entah karena hal apa, Bapak sakit hingga harus lima kali melakukan rawat inap di rumah sakit, bahkan akhirnya sempat memutuskan untuk membatalkan keberangkatannya ke tanah suci.
Sebagai anak tunggal, aku merasa terpanggil melihat kondisi ini, karena sebelumnya Bapak selalu meminta aku untuk pulang dan menetap dikampung halaman.

Akhirnya dengan persetujuan suami, aku beserta anakku pindah kekampung halaman untuk waktu yang aku belum tahu, apakah sementara atau selamannya. Niatku waktu itu ingin menemani dan memberi semangat kepada Bapak, agar beliau segera sembuh dan melanjutkan rencananya untuk pergi ke tanah suci, sekaligus juga berniat ingin menyekolahkan Helmi di kampung halaman, mudah-mudahan ia mau bersekolah lagi.

Alhamdulillah apa yang aku niatkan tercapai, entah karena kehadiranku atau karena hal lain, kesehatan Bapak berangsur-angsur pulih dan beliau beserta ibu kembali melanjutkan rencananya pergi ke tanah suci. Sedangkan anakku Helmi mau bersekolah meskipun tidak serta merta, tapi berproses, dan proses itu memakan waktu kurang lebih 3 bulan. Sungguh sebuah kondisi yang memerlukan banyak kesabaran.

Setelah semuanya berlalu, bapak dan ibu sudah kembali dari tanah suci, dan Helmi pun sudah mau bersekolah seperti anak-anak lain dan tidak keberatan untuk pindah sekolah, aku beserta anak-anakku kembali ke Bogor untuk berkumpul lagi dengan ayah mereka. Aku tidak ingin anak-anakku tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari ayahnya.

Menjadi orang tua tidaklah mudah, menjadi ibu tidaklah gampang. Menjadi ibu adalah sebuah universitas kehidupan buatku dimana didalamnya aku selalu belajar, belajar mendidik anak dengan baik, belajar bersabar, dan belajar menghadapi berbagai macam problema kehidupan. 

Sekarang Helmi telah duduk di bangku sekolah kelas dua SD, mudah-mudahan peristiwa yang menimpa Helmi tidak terulang lagi kepada siapapun.

Sabtu, 26 November 2011

ANAKKU TIDAK MAU SEKOLAH

Menjadi orang tua tidaklah mudah, menjadi ibu tidaklah gampang, inilah yang aku rasakan.
Tidak ada niat untuk mengeluh, aku hanya ingin berbagi, karena peristiwannya pun sudah lama berlalu.
Bermula dari kebiasaanku yang enggan keluar rumah, kecuali untuk sesuatu yang sangat penting, anakku pun tumbuh menjadi anak yang lebih suka bediam diri di dalam rumah dengan aktifitas yang paling di gemarinya yaitu menonton tv.
Waktu itu aku baru memiliki dua orang anak, anak pertamaku perempuan, dia tumbuh dan berkembang tanpa masalah yang berarti. Anakku yang kedua laki-laki, kami memberinya nama Helmi,  dia sehat, tumbuh dan berkembang secara normal, di usia dua tahun sudah lancar berbicara, hanya satu yang kadang terlihat berbeda, Helmi seperti tidak suka jika bertemu dengan orang lain, bahkan cenderung takut, tapi aku tidak terlalu memikirkan hal ini, aku menganggapnya wajar.

Di usia 4 tahun seperti anak yang lain, aku memasukkan Helmi ke TK, di sinilah aku mulai melihat bahwa anakku berbeda dengan anak yang lain. Hari-hari pertama sekolah, ia kelihatan senang dan bersemangat, tapi ini hanya berlangsung satu minggu saja, hari-hari berikutnya untuk pergi ke sekolah ia harus di bujuk, karena ia selalu menolak dg alasan pusing ingin muntah, dan lain2. Meski akhirnya mau berangkat, tapi di sekolah ia tidak mau di tinggal, selalu minta di tungguin, padahal TK dan rumah kami letaknya bersebelahan, tapi Helmi sepertinya tidak merasa nyaman kalau tidak ada aku di sekolah.

Di sekolah ia tidak mau bergabung dengan teman2nya, hanya dengan satu orang saja ia berteman yaitu Faqih, setiap hari selalu dengan Faqih tidak mau dengan yang lain. Komunikasi dengan  gurupun sangat jarang di lakukan, jika di tanya ia hanya menjawab dengan bahasa isyarat, mengangguk atau menggeleng. Menurut Bu Leni, Helmi hampir tidak pernah mengeluarkan suara sehingga bagi orang yang tidak tahu, akan menyangka bahwa anakku bisu.

Kejadian ini berlangsung hingga 6 bulan, sampai suatu saat ada seorang psikolog yang memang   secara berkala datang ke TK, melakukan tes psikologis bagi anak-anak TK termasuk anakku Helmi.
Dari hasil tes diketahui bahwa anakku memiliki sebuah problem psikologis, yang harus segera di tangani. Menurut Pak Win (nama psikolog tersebut) anakku memiliki beban masalah sebanyak 600, sementara normal anak seusiannya, beban masalah yang bisa di tanggung adalah 300.

Aku yang awam dengan istilah ilmu psikologis, kebingungan. Kenapa bisa seperti ini? beban masalah apa yang di tanggung anakku hingga berpengaruh ke pertumbuhan mentalnya? padahal aku merawat Helmi dengan baik, dan aku sangat menyayanginya.
Menurut Pak Win, seorang anak akan mengurai masalah yang ia punya dengan bermain, bermain merupakan kebutuhan bagi anak, sedangkan anakku lebih suka berdiam diri di rumah.
Atas saran Pak Win, anakku dianjurkan untuk mengikuti terapi selama kurang lebih 6 bulan. Demi kebaikan anakku, aku ikuti saran beliau.

Selama menjalani terapi, perlahan-lahan anakku mulai mengalami perubahan. Ia sudah mulai bisa berkomunikasi secara normal, dan bisa menerima serta bergaul dengan teman2nya yang lain, tidak hanya dengan Faqih saja. Aku sangat bersyukur dengan kondisi ini.
Setelah 6 bulan berlalu, Pak Win mengatakan bahwa terapi untuk Helmi sudah selesai dan di rasa cukup. Alhamdulillah.... aku merasa lega sekarang.
Tapi apakah masalah selesai sampai disini...? Tidak.


Silahkan ikuti ANAKKU TIDAK MAU SEKOLAH  part 2 
   

Jumat, 18 November 2011

PROGRAM BARU USMC

SEMANGAD!!!  Ummu Sumayah Medical Center (USMC) memiliki program, yang baru saja di luncurkan, yaitu pemeriksaan GULA DARAH, CHOLESTEROL dan  ASAM URAT.
Mungkin ini terdengar biasa bagi sebagian orang, karena pemeriksaan darah seperti ini bisa dijumpai di mana saja. Tapi bagiku ini luar biasa, mengingat USMC adalah lembaga sosial yang bersifat nonprofit. Karena USMC diperuntukan bagi kaum duafa, maka kami mematok harga sangat rendah jauh di bawah harga normal. Bahkan bagi pasien umum yang tidak termasuk kriteria duafa pun boleh melakukan chek darah di sini, dengan harga yang tidak terlalu mahal.


Sebagai seorang analis, aku amat sangat mendukung program ini. Bahkan aku merasa mendapat tempat untuk mempraktekan ilmu yang telah aku pelajari di bangku kuliah. Rasa "haus darah" kembali muncul ketika berhadapan dengan pasien yang akan aku periksa. Sungguh sebuah kerinduan yang lama terpendam semenjak aku berhenti bekerja.
Aku merasa do'aku dikabulkan Allah, di tiap selesai sholat aku selalu berdo'a agar diberi ilmu yang bermanfaat, dan sekarang aku bisa memanfaatkan ilmuku meski aku tidak bekerja secara formal.


USMC meluncurkan program pemeriksaan darah, dengan tujuan untuk memperluas bentuk layanan kepada masyarakat miskin, sehingga akan lebih mendukung pemeriksaan kesehatan mereka. Selain itu kami juga berencana menerima chek up masal dari instansi atau masyarakat yang memerlukan jasa kami, ini dilakukan untuk mendapatkan dana tambahan yang akan digunakan untuk mobilitas USMC itu sendiri. Mudah-mudahan rencana ini bisa terwujud dan mendapat sambutan dari masyarakat luas.


Selain gula darah, cholesterol dan asam urat, USMC berencana akan menambah satu pemeriksaan lagi yaitu tes kehamilan. Pemeriksaan laboraturium memang kadang di perlukan untuk mendukung diagnosa dokter, jadi meskipun yang kami layani adalah pasien duafa, kami tidak ingin asal asalan. Kami tetap ingin melayani dan memperlakukan mereka dengan sebaik mungkin.


Sekarang ini USMC telah mengantongi ijin dari berbagai pihak dimulai dari RT, RW, kelurahan dan PUSKESMAS. Sebagai lembaga kesehatan, kami memang harus mengikuti ketentuan dan aturan yang berlaku agar bisa tetap eksis dan tidak bermasalah.
Rencana USMC kedepan adalah ingin membentuk sebuah klinik duafa yang dikelola secara profesional, memiliki gedung dan kelengkapan yang memadai, sehingga lebih maksimal dalam melayani umat.


Mudah-mudahan rencana ini mendapat ridho dari Allah swt. USMC sangat berterima kasih kepada para donatur yang rela menyisihkan sebagian rizkinya bagi program layanan umat ini, dan kami masih memberi kesempatan kepada calon donatur lain, untuk bergabung bersama kami dalam membantu pelayanan kesehatan  bagi kaum duafa.

Kamis, 17 November 2011

MAKANAN BERBAHAYA

Berawal dari kegelisahan, ketika membeli kue basah dan sisa kue yang tidak habis di makan, ternyata setelah 24 jam masih segar dan tidak basi sama sekali, padahal normalnya, dalam satu hari saja kue tersebut sudah basi, tentu  ini sebuah kondisi yang tidak wajar.

    
Memang, dari beberapa jenis makanan yang kita konsumsi, sebagian besar telah mengandung bahan kimia berbahaya, sehingga pada dasarnya makanan tersebut tidak layak untuk di konsumsi. Rasanya kita kesulitan untuk mendapatkan makanan yang benar-benar sehat serta tidak membahayakan tubuh kita.

Sebut saja ikan, seperti yang sama2 pernah kita dengar bahwa ikan "segar" yang ada di pasaran, mengandung formalin, entah seluruhnya atau hanya sebagian saja. Kemudian tempe dan tahu, pernah ada di sebuah tayangan televisi, di situ memperlihatkan bahwa kedelai yang akan di olah menjadi kedua makanan tersebut sebelumnya telah di beri pewarna pakaian agar terlihat lebih menarik dan memiliki nilai jual yang tinggi. Belum lagi, kita juga pernah mendengar tahu yang berformalin seperti halnya ikan.

Sayur-sayuran dan buah-buahan yang di klaim sebagai makanan yang sehat dan menyehatkan pun, tidak lepas dari bahan berbahaya, seperti insektisida, pupuk anorganik dan bahan-bahan kimia lain yang memang diperlukan pada saat memproduksinya.
Jajanan pasar yang notabene sebagai makanan tradisional dan banyak di gemari masyarakat pun tidak luput dari campuran bahan berbahaya seperti borax, dengan tujuan agar jajanan tersebut lebih tahan lama sehingga pedagang tidak rugi walaupun tidak habis dalam sehari.

Makanan skala pabrikanpun tidak kalah dalam menyumbangkan bahan kimia berbahaya. Pewarna, pengawet, MSG dan gula aditif adalah bahan-bahan yang lazim kita temui pada makanan skala pabrikan tersebut. Meskipun di gunakan dalam "batas aman" tapi mengkonsumsinya dalam jumlah banyak dan terus menerus akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan kita.

Belum lagi kita membaca di sebuah media on line, ada sebuah truk yang mengangkut bangkai sapi yang akan di manfaatkan dagingnya untuk di jual !!!
Seperti tidak mau ketinggalan, beras pun menggunakan clorin sebagai pemutih, untuk menaikan daya jualnya.


Masya Allah.....lantas kita makan apa? apa mungkin masing-masing kita, menyediakan bahan makanan dari hulu ke hilir secara mandiri, agar terbebas dari itu semua? sesuatu yang sepertinya imposible.
Rasanya para ibu rumah tangga semakin kesulitan memilah dan memilih makanan yang aman untuk di konsumsi keluarganya.


Kembali kerumah, mengkonsumsi makanan sehat yang di olah di rumah sendiri, agaknya menjadi solusi, setidaknya bisa mengurangi kadar zat-zat berbahaya yang akan masuk ketubuh kita. Lebih baik membawa bekal untuk makan siang dari rumah, daripada membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya.


Untuk para ibu rumah tangga tidak terkecuali saya, tidak ada salahnya untuk selalu menambah pengetahuan tentang bagaimana cara mensiasati makanan atau bahan makanan yang mungkin sudah "tercemar" zat berbahaya, agar kadarnya menjadi nol atau setidaknya berkurang, sehingga relatif aman untuk dikonsumsi. 


Kepada pemerintah atau instansi terkait, kami berharap ada tindakan serta langkah nyata untuk mengatasi kondisi tersebut, sehingga aktivitas para "pedagang nakal" tidak semakin merajalela dan menimbulkan keresahan di masyarakat. 

Rabu, 16 November 2011

USTAD HNW MINTA PULSA, BENARKAH?

Kejadiannya sudah beberapa hari yang lalu. Siang itu sebelum istirahat aku membuka facebook, aku melihat ada banyak sekali teman-teman FB yang sedang on line salah satunya adalah ustad HNW. Aku agak sedikit heran, jarang sekali aku melihat ustad HNW on line, biasanya beliau hanya menulis status, itupun untuk sesuatu yang penting saja. Tapi kali ini beliau on line cukup lama.
Aku tidak ingin kehilangan kesempatan dengan niat menyalami beliau, tanpa membuang waktu ku sapa beliau. "Assalamualaikum...ustad" tidak lama kemudian ustad menjawab "waalaikumsalam..."  "saya hanya ingin mengucap salam saja, mudah-mudahan ustad selalu dalm ridho Allah SWT" aku melanjutkan "amin ya rabbalalamin..." ustad HNW mengaminkan do'aku.

 
Bla bla bla... sapaanku berlanjut dengan beberapa dialog singkat, sampai akhirnya ustad HNW mengatakan kalau beliau sedang membutuhkan pulsa indonesia, dengan alasan sekarang ini beliau berada di Singapoer. Aku terhenyak.....ustad HNW minta pulsa, benarkah? aku bertanya dalam hati, bukankah beliau punya banyak relasi, buat apa beliau minta pulsa di FB seperti ini? Meski curiga aku tetap berusaha berbaik sangka, siapa tahu beliau memang sedang membutuhkan bantuan. Setengah berkelit aku meminta ijin ke ustad untuk menghubungi temanku terlebih dahulu. Lalu aku menghubungi Bu Ning seorang teman yang kebetulan juga menjual pulsa. Niatku antara ingin mengirim pulsa atau meminta pendapat Bu Ning, dengan spontan Bu Ning berujar " wah...ini sih kasus bu, paling ini kerjaan hecker, ngga mungkin ustad HNW minta-minta pulsa"  benar juga apa yang di katakan Bu Ning, setidaknya kecurigaanku mendapat dukungan. Akhirnya aku batalkan niat mengirim pulsa untuk "ustad HNW".

 
Aku yang tidak pernah mengalami hal seperti ini, masih ragu-ragu, aku khawatir menyesal kalau ternyata benar ustad HNW sedang membutuhkan bantuan . Biasanya penipuan pulsa yang aku alami, hanya melalui sms yang langsung aku hapus begitu saja.
Akhirnya untuk memantapkan hati ku cari second opinion dengan cara menceritakan apa yang aku alami kepada salah seorang yang sedang on line, dengan harapan bisa sharing barangkali orang tersebut mengalami hal serupa denganku. Ku pilih orang secara acak, dapatlah orang dengan inisial AA. Dari cerita AA inilah aku merasa yakin bahwa yang sedang on line sebagai ustad HNW adalah seorang hecker, hecker ini sudah berpengalaman sudah berusaha di lacak dan di kejar tapi tidak terkejar, begitu menurut AA.

 
Alhamdulillah....aku  merasa lega sekarang, tanpa membuang waktu aku langsung menulis status di FBku untuk memperingatkan teman-teman agar hati-hati terhadap ulah hecker nakal ini. Malam hari aku baca sebuah berita di islammedia on line, bahwa ada penipuan pulsa atas nama ustad Hidayat Nurwahid di facebook.
Ada ribuan follower ustad HNW, dari sekian ribu itu kira-kira ada berapa orang yang sudah tertipu? Sungguh prilaku yang tidak bertanggung jawab, memfitnah dan menipu orang. Aku bersyukur tidak sampai terpedaya oleh orang yang tidak bertanggung jawab tersebut, dan ini menjadi pengalaman berharga buatku.


Wahai para hecker nakal....bertobatlah selagi masih ada kesempatan, apapun yang kalian lakukan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Bergabunglah bersama kami disini, manfaatkanlah kepandaian kalian untuk berbuat kebaikan !!!

Minggu, 13 November 2011

KARANGSARI KAMPUNG HALAMANKU

Sore ini mendung, membuatku ngelangut, rindu kampung halaman. Karangsari Pulosari Pemalang adalah sebuah desa di kaki gunung Slamet tempat dimana aku lahir dan dibesarkan, dimana orang tua dan keluarga besarku tinggal, tidak salah rasanya kalau aku selalu ingat Karangsari. Di desa inilah aku merasakan cerianya masa kecil, bermain dengan teman-teman, bersekolah dan lain-lain segala aktifitas yang menyenangkan, penuh canda dan tawa kadang juga tangis dan kesedihan ala anak-anak, semua menjadi bagian dari kenangan yang sekarang ini sedang ku ingat.

Kalau Rasulullah memiliki rasa asobiah yang tinggi terhadap kota Mekah, demikian juga denganku yang mencintai desa kelahiranku Karangsari, karena hal ini adalah sunatullah sesuatu yang semua orang yang tinggal jauh dari kampung halaman pasti merasakannya. Udaranya yang sejuk yang masih relatif bersih, pemandangannya yang hijau asri, penduduknya yang ramah tamah merupakan ciri khas sebuah lingkungan pedesaan, menjadi kerinduan tersendiri bagi seseorang yang meninggalkan kampung halamannya seperti halnya aku.

Didasari nafsu primitif manusia yaitu makan, aku terkadang ingin pulang ke Karangsari hanya karena ingat masakan ibu, semua orang pasti menyukai masakan ibunya demikian juga aku apalagi di kediamanku sekarang jarang sekali aku temui makanan yang sama seperti yang ada di pasar Karangsari seperti ikan asap, sate belet, pindang teri yang kecil2, dll sehingga aku tidak bisa meniru-niru masakan ala ibu, kalaupun ada makanan yang sama seperti di pasar Karangsari, cita rasanya tidaklah sama. Ingat betul waktu itu pulang sekolah dalam keadaan perut lapar, ternyata sampai di rumah ibu sudah memasak ikan asap kesukaanku, tanpa menunggu di tawarin aku langsung makan dengan lahap, sungguh sesuatu yang menyenangkan bila diingat. Dipagi hari yang dingin sangat enak rasanya makan kue serabi + gorengan hangat.
Kami terbiasa menyantap makanan yang masih alami, sehat tanpa pengawet dan pewarna, sangat berbeda dengan kebiasaan anak-anaku sekarang. Mereka lebih sering menyantap junk food (makanan sampah), makanan yang tinggi lemak, tinggi kalori tapi rendah serat, seperti burger, kebab, pizza dan makanan ala kota lainnya.

Hal lain yang masih kuingat adalah sungai. Mandi di sungai adalah suatu hal yang menyenangkan bagi anak-anak seperti halnya aku, terutama ketika musim kemarau. Bersama teman-teman aku sering "berenang" di Kedung bulu, sebuah sungai yang lumayan besar sehingga kita puas berenang di situ, meskipun jaraknya lumayan jauh dari rumah dan ibuku selalu melarang, tapi terkadang aku tetap nekat pergi kesana. Pengalaman yang menyenangkan yang tidak didapatkan anak-anaku, karena di perkotaan hampir tidak ada sungai yang bersih, yang bisa di gunakan untuk bermain air sepertiku waktu kecil.

Karangsari dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dengan segala kebahagiaan dan kesedihan selama aku tinggal, akan tetap ku ingat dan tetap ku ingat sampai akhir hayat. Akankah suatu saat aku kembali ke Karangsari? wallahu a'lam bi showab. 

Sabtu, 05 November 2011

Rela Berkorban Meski Dalam Kesederhanaan




Bu Ria bukanlah teman akrab, bahkan dibandingkan teman-teman ngajiku yang lain bu Ria masih terbilang baru. Bukan berarti diantara kami tidak ada kedekatan, justru sebaliknya, kami merasa bersaudara antara satu dan yang lain.

Sejak pertama kali mengenal Bu Ria, terbersit rasa kagum terhadap sosok beliau, rasa kagum ini yang mendorongku untuk mengungkapkannya lewat tulisan.

Bu Ria adalah wanita yang memiliki 13 orang anak, bukan karena banyaknya anak inilah yang membuat aku kagum. Tapi karena ketegarannya, kesabarannya, kasihsayangnya dan juga pengorbanannya dalam mengasuh ketigabelas anaknya inilah yang membuat aku terpana "Kok ada ya...wanita seperti Bu Ria?" Gumamku waktu itu ketika baru pertama kali mengenal beliau. Betapa tidak, dari 13 anaknya hanya satu yang merupakan anak kandung, 12 yang lain adalah anak angkat!

Setelah beberapa tahun menikah, Bu Ria tidak juga di karuniai momongan, dokter memvonis bahwa Bu Ria mandul. Akhirnya Bu Ria beserta suami sepakat untuk mengadopsi anak, tanpa berniat bahwa anak yang mereka adopsi adalah sebagai pancingan agar mereka segera dikaruniai anak oleh Allah SWT. Anak yang diadopsi oleh Bu Ria berasal dari kalangan tidak mampu, bahkan ada beberapa anak yang diantarkan oleh kedua orang tuanya ke rumah Bu Ria untuk diadopsi tentu saja karena alasan ekonomi, Bu Ria menerimanya dengan senang hati.

Hingga akhirnya Bu Ria sudah memiliki 11 orang anak angkat. Di titik inilah Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang berkenan menurunkan rahmat NYA, menunjukan kuasa NYA pada Bu Ria. Bu Ria yang telah divonis mandul, ternyata hamil !

Inilah bukti bahwa Allah tidak pernah lalai terhadap do'a-do'a hamba NYA.

Kebahagiaan menyelimuti keluarga Bu Ria, pada akhirnya do'a mereka dikabulkan oleh Allah, dan Bu Ria bisa merasakan menjadi wanita yang sempurna, bisa melahirkan dan memiliki anak.
Memiliki anak kandung tidak lantas membuat Bu Ria lupa terhadap anak-anaknya yang lain, bahkan Bu Ria masih mau menerima seorang anak lagi untuk diadopsi sehingga jumlah anak Bu Ria seluruhnya menjadi 13 orang. Semuanya menjadi tanggung jawab Bu Ria dan suami, sesuatu yang menurutku tidak semua orang mau melakukannya.

Di jaman seperti sekarang ini dimana orang lebih suka menumpuk-numpuk materi, berfoya-foya menghamburkan harta, amat sulit ditemui orang seperti Bu Ria, rela berkorban demi kehidupan orang lain, meski beliau sendiri dalam kondisi pas-pasan.

Sebagai seorang yang taat pada aturan agama, Bu Ria mendidik ke 13 anaknya dengan baik. Semuanya mendapatkan kasih sayang cukup, merata tidak di beda-bedakan antara satu dengan yang lain, mereka mendapatkan hidup yang layak meski tidak berlebihan, mereka juga mendapatkan pendidikan yang memadai. 

Setelah lulus SD, Bu Ria mengirim mereka ke pesantren untuk melanjutkan sekolah sekaligus memperdalam agama. Setelah lulus aliyah merekapun melanjutkan keperguruan tinggi. Meski dalam kesederhanaan, Bu Ria tetap berusaha menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana.
Kepada 12 anak angkatnya Bu Ria tidak pernah menyembunyikan identitas mereka, mereka tetap diberi tahu  dengan bijak siapa orang tua kandung mereka dan dari mana mereka berasal, dengan begitu  mereka mengenal siapa diri mereka sebenarnya.

Memiliki 13 orang anak tidak lantas membuat Bu Ria hanya sibuk mengurus keperluan rumah tangganya saja, tapi beliau tetap aktif diluar. Selain membawahi sebuah TK yaitu TK Insan Utama, beliau juga menjadi pengajar di SD Muhammadiah Gaperi sebagai guru agama. Bu Ria juga mengajar beberapa taklim di lingkungan sekitar selain beliau juga mengaji bersama-sama kami. Bu Ria yang seorang insinyur pertanian masih semangat untuk menimba ilmu, beliau kuliah lagi mengambil program S1 PAUD. 

Satu lagi aktifitas beliau yang baru aku ketahui adalah memandikan jenazah. Bu Ria beserta timnya bersedia di panggil  untuk memandikan dan mengurus keperluan jenazah tanpa di pungut biaya. "Dengan memandikan jenazah insyaAllah dosa-dosa kita akan berguguran, seperti daun yang gugur dari pohonnya" kata Bu Ria mengutip sebuah hadist.

Di usiannya yang tidak lagi muda, Bu Ria masih semangat melakukan aktifitas. Tanpa kenal lelah Bu Ria mengayuh sepeda UNAITED nya, sepeda yang selalu setia menemani kemana Bu Ria pergi. Kadang aku bertanya dalam hati " apakah seperti ini potret wanita calon penghuni surga?" Mudah-mudahan aku tidak berlebihan, setidaknya ini merupakan do'aku untuk Bu Ria,  seorang wanita yang  tegar, penyabar, penuh kasih sayang dan rela berkorban untuk orang lain. Mudah-mudahan apa yang beliau lakukan mendapat rihdo dari Allah SWT.