Kamis, 03 Januari 2013

Telepon Rumah, Hidup Segan Mati tak Mau



Keberadaan telepon rumah, saat ini seperti termarginkan. Semenjak handpone atau telepon genggam menjadi trend dimasyarakat, karena pemakaiannya yang lebih praktis, juga harganya yang terjangkau oleh hampir semua lapisan, perlahan tapi pasti, telepon rumah menjadi produk yang tidak lagi diminati.
 
Tentu saja bukan tidak berguna samasekali, jaringan internet kabel semacam speedy, adalah salah satu manfaat yang masih bisa didapatkan dari keberadaan telepon rumah. Komunikasi tertentu, meski tidak seberapa sering pun masih setia menggunakan layanan ini.


Keberadaannya yang seperti hidup segan mati tak mau, membuat beberapa pemilik telepon rumah, kurang peduli dan enggan melakukan perawatan. Contohnya adalah kami. Sebelum handpone booming seperti sekarang, memiliki telepon rumah seperti menjadi kewajiban.
 
Hidup jauh dari orang tua dan sanak saudara, membuat kami merasa perlu memiliki alat komunikasi yang satu ini, agar selalu bisa terhubung dengan mereka. Membeli jaringan telepon milik tetangga yang “sudah tidak terpakai” pun kami lakukan, karena pada saat itu belum ada link baru yang masuk kedaerah kami. Meski dengan cara ini, nominal yang kami keluarkan jauh lebih besar.
Tapi sekarang, semenjak adanya Hp, telepon rumah jarang sekali digunakan. Hanya jika nomer yang akan kami hubungi, merupakan nomer telepon rumah, maka kami pun menggunakan telepon yang sama.
Karena jarang sekali memakainya, maka kami terkesan tidak peduli dengan keberadaanya, bahkan aku pernah mengungkapkan keinginan pada suami, agar telepon rumah dicabut aja karena tidak begitu bermanfaat. Tapi si Abi melarang, katanya sayang kalau dicabut, apalagi  perjuangan untuk mendapatkan telepon rumah waktu itu, tidaklah gampang. Akhirnya kami tetap mempertahankan keberadaan telepon rumah, meski untuk itu kami harus membayar tagihannya tiap bulan.
Saat ini, telepon rumah kami sedang tidak berfungsi. Entah karena pesawatnya yang rusak atau jaringannya yang bermasalah. Yang jelas kami tidak terburu-buru untuk segera melakukan pengecekkan, dengan memanggil pegawai telkom, milsanya, karena kami seolah tidak membutuhkan telepon rumah lagi. Sebuah keberadaan yang seperti hidup segan mati tak mau.

2 komentar:

  1. kehadiran GSM memang melempar jauh keberadaan telfon rumah.
    Telfon rumah saya sudah lama diputus, karena selain jarang digunakan juga abonemennya lumayan
    hehehe
    ^_^

    BalasHapus
  2. sama, saya sebenarnya juga ingin mutusin telfon rumah, tapi suami tidak setuju :) mksh kunjungannya :)

    BalasHapus