"Udah tau belum, tulisannya dimuat di republika?" Suatu sore Mbak Haya Aliya Zaki inbox di fb.
"Masyaallah...belum tau Mbak. Alhamdulillah...baru pertama ngirim langsung dimuat." Aku menjawab dengan girang.
Setelah terinspirasi para emak yang tulisannya dimuat di media, akhirnya, aku mengikuti jejak mereka. Tulisan yang aku kirim ke rubrik buah hati di Leisure Republika, dimuat tanggal 27 Januari 2015, selang dua minggu dari waktu pengiriman.
Sebelum tulisanku dimuat, aku mendapat email dari redaksi yang mengatakan bahwa tulisanku menarik, hanya saja aku diminta menambahkan percakapan antar ibu anak yang sesuai dengan jalan cerita. Baru mendapat email saja rasanya sudah seneng banget. Aku merasa ada harapan tulisanku akan dimuat. Dan ternyata benar, hanya saja aku nggak menyangka akan secepat itu.
Dari membaca pengalaman para emak, mereka harus menunggu lama sampai tulisannya dimuat. Bahkan ada yang sampai berbulan-bulan, meskipun ada yang cepet juga. Alhamdulillah, tulisanku tidak antri terlalu lama. Mungkin karena temanya pas dengan apa yang akan ditayangkan oleh redaksi.
Karena terlambat mengetahui, aku tidak sempat membeli korannya. Sebagai penulisnya, tentu aku sangat ingin melihat hasil tulisanku. Aku pun bertanya pada teman-teman di grup BBM barangkali mereka berlangganan koran republika. Tapi hasilnya nihil. Beruntung Mbak Haya Aliya Zaki yang baik hati dan tidak sombong :) bersedia mengirimkan korannya untuk ku. Alhamdulillah. Terimakasih banyak Mbak Haya Aliya Zaki. Terimakasih juga kalimat penyemangatnya :)
Seperti emak yang lain, tulisanku juga diedit oleh pihak redaksi, meski tidak banyak. Tulisan aslinya adalah seperti berikut.
Membiasakan
Berinfaq dan Menabung
“Mi, aku pingin punya sepeda, kayak
punya Sumayyah.” Suatu hari Yumna merengek minta dibelikan sepeda.
“Boleh sayang, tapi Yumna nabung dulu yaa.”
Aku menyarankan.
“Nanti, kalau tabungannya sudah banyak,
baru buat beli sepeda.” Ujarku melanjutkan.
“Kenapa, sih, Mi, harus nabung dulu?”
Yumna bertanya seolah protes.
“Iya, sayang...kan sepeda harganya
mahal, jadi...uangnya dikumpulin dulu biar cukup. Sabar yaa.” Aku menjelaskan.
Yumna adalah anak bungsuku yang berusia
5 tahun 7 bulan. Hari Jumat kemarin, dengan diantar ayah, Yumna membeli sepeda
roda 2 berwarna pink dengan uang hasil tabungannya sendiri. Untuk bisa membeli sepeda, Yumna sudah mengumpulkan uang selama hampir enam bulan.
Ketika pertama pertama kali Yumna mengungkapkan keinginannya untuk memiliki
sepeda, aku memang sengaja tidak langsung membelikan. Tapi aku menyarankan agar
Yuman menabung terlebih dahulu. Kebetulan disekolah TK tempat Yumna belajar,
mengajurkan agar muridnya menabung. Begitu uang yang terkumpul sudah cukup
banyak, aku tinggal menambahkan sisanya.
Menabung adalah sebuah kebiasaan baik
yang menurutku perlu ditanamkan sejak kecil. Dengan menabung, anak akan belajar
mengelola uang jajan, agar tidak dibelanjakan seluruhnya. Menabung juga membuat
anak mengerti bahwa untuk mendapatkan sesuatu tidaklah mudah. Tapi harus ada
usaha dan kerja keras. Dengan demikian anak akan menghargai jerih payah orang
tuanya. Menabung juga mengajarkan anak untuk bersabar ketika ingin mendapatkan
sesuatu. Nila-nilai tersebut tidak akan ia dapatkan manakala orangtua selalu
menuruti kemauan anak, atau memanjakannya.
Namun, untuk membiasakan hal-hal baik,
terkadang tidaklah mudah. Seringkali aku mendapat teguran dari nenek atau
kakeknya, yang tidak tega melihat cucunya merengek meminta sesuatu. Maklum,
orang tuaku sangat menyayangi cucu-cucunya, bahkan cenderung memanjakan. Mereka
mengatakan bahwa aku terlalu pelit pada anak. Bahkan aku dikatakan terlalu
keras dalam mendidik anak yang masih kecil. Tapi, secara perlahan aku berusaha
menjelaskan kepada mereka, tentang tujuan ku mengajarkan anak menabung. Dan
alhamdulillah, mereka mau mengerti.
Sebelumnya, kepada dua orang kakak
Yumna, aku juga menerapkan hal serupa. Alhamdulillah, mereka mau mengerti dan
mau mengikuti saranku. Bahkan mereka merasa bangga, ketika bisa membeli barang
dengan uang mereka sendiri. Dengan sendirinya rasa percayadiri mereka tumbuh.
Sekarang Mas Helmi sudah kelas lima SD dan Mbak Iqlima sudah kelas satu SMA.
Mereka sudah terbiasa menabung dengan cara mereka masing-masing. Tanpa
sepengetahuanku, Mas Helmi mengikuti arisan dengan beberapa orang temannya
dikomplek perumahan kami. Ketika tanpa sengaja aku mengetahuinya, aku pun
bertanya penuh selidik.
“Mas, kok, ikut arisan
nggak bilang sama ummi?”
“Iya, Mi, tadinya Mas
mau bikin kejutan. Pulang main, Mas bawa uang banyak kalau nanti dapat arisan.”
Mas Helmi menjelaskan.
“Kenapa Mas nggak ngumpulin
uang di rumah aja, kan, sama aja.” Ujarku menguji.
“Susah, Mi, nanti
diambilin terus buat jajan.” Mas Helmi mengemukakan alasan.
Aku mengangguk sambil tersenyum
mendengar penjelasan Mas Helmi. Mas Helmi yang memiliki tubuh gemuk memang suka
jajan. Tapi karena sudah terbiasa menabung sejak kecil, ia pun mencari cara
agar tetap bisa melanjutkan kebiasaannya itu.
Lain halnya dengan Mbak Iqlima. Memiliki
sifat hemat membuat ia tidak kesulitan menabung sendiri dirumah. Karena
kebiasaan menabung itulah mereka bisa membeli barang-barang yang mereka
inginkan tanpa harus memintanya kepadaku. Tentu saja aku selalu menyarankan,
agar mereka hanya membeli barang yang bermanfaat yang memang mereka perlukan.
Selain menabung, mereka juga aku ajarkan
berinfaq. Ada sebuah kaleng yang aku sediakan dirumah sebagai kotak infaq. Sesekali
aku mengingatkan agar mereka mengisi kaleng tersebut dengan sebagian uang
jajannya. Jadi, tidak hanya celengan pribadi saja yang dipenuhi, tapi juga kaleng
infaq. Jika ada peminta-minta atau tukang sampah datang kerumah, aku meminta
anakku agar mengambil uang dari kaleng infaq, untuk diberikan kaepada mereka. Aku
sengaja menyediakan kaleng infaq, agar anak-anak tidak hanya memikirkan
keperluan mereka sendiri, tapi juga peduli pada kesusahan orang lain.
Aku berharap kebiasaan menabung dan
berinfaq yang aku tanamkan, akan terus diterapkan dalam kehidupan mereka sampai
mereka dewasa kelak. Bahkan aku berharap, mereka akan mengajarkannya pada
anak-anaknya ketika mereka sudah berkeluarga, begitu seterusnya.
Ternyata, membiasakan anak untuk gemar
berinfaq dan menabung tidak lah sulit. Asalkan mereka kita beri pengertian
tentang manfaatnya, juga kita sediakan sarana untuk memudahkannya. Dan jangan
lupa, sebagai orangtua, kita adalah contoh yang nyata bagi mereka, sehingga
mereka mudah memahami apa yang kita perintahkan.
***
Jika memiliki pengalaman yang menarik dalam mendidik anak, bisa lho, dikirimkan ke rubrik buah hati leisure@rol.republika.co.id panjang tulisan 2.500 karakter, disertai foto. Sertakan juga alamat, nomer identitas, nomer telepon, nomer rekening dan sedikit narasi tentang profil kita.
wah..selamat mak :)
BalasHapusMakasih Mak :)
HapusBarokallah mak. Makin banyak emak blogger yg nulis di Republika nih :-)
BalasHapusMakasih mak :)
HapusWaaa...mupeng..
BalasHapusSelamay ya Mak.....:-)
Makasih mak Dhona :)
HapusSelamat mak, sangat inspiratif ceritanya
BalasHapusMakasih mak Sri... :)
HapusSelamat mak... jadi penyemangat juga nih buat kirim2 tulisan ke media. ;)
BalasHapusBetul, hayuuk atuh dikirim tulisannya :)
HapusSlmt mak... inspiratif :)
BalasHapusMakasih mak Nani :)
Hapusbagus mak, seneng ya, saya juga udah mulai kirim2 tulisan ke media, alhamdulillah belum ada yg dimuat, mdh2an nanti ketularan ...
BalasHapusiya mak, saya juga boleh ketularan :)
HapusHihi alhamdulillah, semoga saya bisa mengikuti jejak nampang di media ya, Mak :)
BalasHapusHihi...aamiin :) hayuk dikirim tulisannya.
HapusSelamat mak ..wah baru sadar trnyta 2500 karakter ya.aku kirim 250kata.pantesan ga ada kabar. Hehe
BalasHapusiya mak, 2500 karakter. tapi saya juga nggak ngitung, sih mak, begitu semua unek2 selesai dikeluarin, diedit terus dikirim. untungnya jumlahnya sesuai :)
Hapuswah selamat mak :) ikutan senengg :) jadi termotivasiiiii
BalasHapushttp://stylediaryofmilkteabunda.blogspot.com/
makasih mak, kapan2 mampir deh...:)
HapusSelamat ya mbak. Semoga saya bisa ikut nyusul punya karya di koran/majalah. Aamiin
BalasHapusAamiin... ayo nulis :)
HapusKereeen selamat mak, aku pernah skali dimuat d republika, hbs itu kirim lg blm ada kbr smpe sekarang
BalasHapusMakasih mak. Saya juga pengin bisa ngirim ke majalah Ummi kayak mak Rahmi Aziza :)
Hapuswah selamat ya mak. kayaknya perlu nyoba juga ya aku. Salam kenal Mak :)
BalasHapusAyo nyoba mak...
HapusSalam kenal kembali, makasih :)
Tulisannya inspiratif mak, selamet ya :D
BalasHapusmakasih mak Rini Uzegan :)
HapusWah...selamat ya Mak tulisannya nembus Republika... Menjadi penyemangat Emak2 lainnya tak terkecuali diriku... Mksh ya sdh sharring...
BalasHapusSama-sama Mak Rita :)
Hapus